”Ma... pulangin Adis. Adis mau ke papa”
”kamu
 udah ribuan kali ngomong gitu ke mama Adis... mama capek dengernya. Toh
 mau kamu ngerengek-rengek minta balik ke Indonesia jutaan kali pun mama
 gak bakal ngabulin”
”tapi ma...”
”kamu
 tuh kenapa sih gak ngerti-ngerti. Kamu fikir mama ngelakuin ini semua 
buat apa, hah? Buat kebahagiaan kita dis. Buat kamu. Supaya kamu gak 
bener-bener jadi anak pengusaha bangkrut yang mendadak miskin, yang gak 
bisa sekolah, yang gak bisa beli apa-apa, yang ujung-ujungnya bunuh diri
 karna gak sanggup nanggung kemiskinan. Satu lagi, kamu tau mama dari 
kecil nggak pernah hidup susah, begitu juga kamu. jadi mama, gak mau dan
 gak akan pernah mau jatuh miskin Adis. Mama nggak sanggup” kemudian ibu
 muda itu pergi, pergi tanpa mendengar lagi jawaban anaknya, isi hati 
anak kesayangannya.
”kalo aja mama tau dimana letak kebahagiaan Adis yang sebenarnya ma” ucapnya lirih.
Kemudian
 sakit itu mulai terasa lagi, sakit di bagian dada yang memang sudah 
biasa dia rasakan sejak kecil. Namun belakangan ini semakin terasa 
menyakitkan. Sakit yang mungkin juga karna rindu yang begitu dalam pada 
dua orang, dua orang di kejauhan sana yang berjarak jutaan kilometer, 
jarak yang tak pernah bisa direngkuhnya.
@@@
”kakak mau bawa saya kemana?” tanya Tari lantang.
”diem lo, gak usah berisik. Makin lo berisik, makin gede kemungkinan gue buat nyakitin lo” bentak Vero.
Setelah
 hampir sejam perjalanan, mereka sampai di tempat tujuan. Tari pingsan, 
karena di jalan Vero membekapnya dengan sapu tangan yang sudah diberi 
cairan obat bius. Dari dalam rumah kosong tersebut muncul Angga yang 
nampak sedikit gelisah.
”lo apain?” tanya Angga penasaran.
“belom. Cuma gue bius aja. Dia gak bisa diem sih”
Kemudian Angga langsung memopong tubuh Tari masuk ke dalam rumah. ‘maafin gue Tar... tapi ini baru awal’ batin Angga.
“kerjain ver” perintah Angga.
“dengan senang hati” jawab Vero dengan senyum sinis.
Kemudian Angga mencari-cari handphonenya dan mulai mengontak seseorang. Setelah sambungan masuk.
”lo dimana?” tanya Angga langsung tanpa perlu basa-basi.
”ngapain lo nanya-nanya gue dimana? Sejak kapan lo belagak ngurusin gue?” jawab Ari nyolot.
”gue
 Cuma mau mastiin lo dimana. Soalnya yang gue tau lo nggak mungkin lagi 
sama Tari. Soalnya...” Angga menggantung kalimatnya ”soalnya... Tari 
lagi ada sama gue” sontak Ari terkejut. Apapun yang ada hubungannya 
dengan cowok lawan bicaranya satu ini, itu pasti malapetaka. Setidaknya 
itu yang selalu dirasakan Ari ketika berurusan dengan Angga.
”lo gak usah maen-maen”
“gue maen-maen? Sama lo? Ck . kita bukan anak SMP lagi ri. Jadi gak ada lagi istilah maen-maen”
“lo apain dia, hah?” tanya Ari tak sabar.
“gue apain? Emh, gak gue apa-apain. Paling gue sayang-sayang doang”
“brengsek
 lo. Beraninya maen cewek. Kalo lo berani, hadepin gue satu lawan satu. 
masalah lo sama gue, bukan sama Tari. Kalo sampe lo sentuh Tari sedikit 
aja, gue bersumpah, gue kejer lo kemana juga, gue bunuh lo pake tangan 
gue sendiri” emosi Ari kian meninggi. Tak dapat dibayangkannya satu hal 
buruk terjadi pada Tari karena cewek itu harus ikut menanggung 
masalahnya.
”tapi masalahnya lo 
sekarang gak bisa apa-apa Ri. Kalo nggak gini aja, lo tunggu, diem. 
Jangan ada yang tau lagi selain lo, gue, sama Vero. Lo tunggu kabar dari
 gue gimana ntar”
Ari terpana 
mendengar nama Vero. Jadi cewek satu itu juga termasuk dalam skenario 
rancangan Angga. Ari tidak tau pasti apa keterlibatan Vero dalam urusan 
satu ini, yang dia tau pasti cewek itu sangat membenci Tari. Dan kalau 
saja Tari berada di dalam genggamannya, Tari tentu dalam bahaya yang 
sangat besar. Dan Ari sadar, melawan dan nyolot di depan Angga pun 
sekarang tidak ada gunanya. Malah akan membuat cowok itu semakin frontal
 terhadap Tari. Maka diputuskannya untuk meredam emosinya sesaat.
”gue
 nggak ngerti apa yang lo mau dari gue. Tapi apapun itu, pastinya nggak 
lebih berharga dibanding Tari. Jadi, apapun itu yang lo pinta dari gue, 
pasti gue kasih ke lo. Asal lo jamin Tari nggak kenapa-napa” perkataan 
itu membuat dada Ari terasa sesak. Sakit. Merasa gagal menjaga 
mataharinya, Ari memutuskan untuk melawan Angga mati-matian nantinya. 
Kalaupun tidak bisa dengan cara itu, maka akan diberinya nyawanya 
sekalipun.
Angga menutup telfon 
dengan senyum penuh kemenangan. ’gue baru sadar sekarang Tar, seberapa 
berharganya lo untuk Ari’ batin Angga sambil menatap Tari yang masih 
pingsan.
@@@
Di tempat lain...
”non adis colaps lagi nyonya”
Yang diajak bicara hanya bisa tertunduk lesu.
”nyonya,
 maaf sebelumnya… tapi saya benar-benar harus bicara ini nyonya… kata 
dokter tadi penyakitnya ini sebenarnya tidak mematikan. Tapi akan sangat
 sering kambuh. Semakin jiwanya tertekan, maka penyakitkan akan semakin 
sering kambuh bahkan sampai colaps. Saya kira, nyonya tau pasti hal-hal 
apa yang membuat dia tertekan. Dia mau pulang. Sudah cukup 3 tahun 
nyonya. Sejak tuan Danu bangkrut, tuan dan nyonya bertengkar hebat 
kemudian bercerai, nyonya menikah dengan laki-laki lain dan pindah 
keluar negeri, memutus hubungan anak dengan ayah secara paksa padahal 
nyonya tau non Adis dengan tuan Danu sangat akrab. Disini pun nyonya 
sibuk membantu bisnis suami nyonya, pergi pagi pulang larut malam, 
bahkan tidak pulang sampai beberapa hari. Dia sekolah home schooling. 
Kalau sudah seperti itu darimana dia dapat teman nyonya? Darimana dia 
bisa memperoleh harapan untuk tertawa? Darimana dia bisa menemukan 
seseorang kalau ingin menumpahkan isi hatinya?” ibu tua itu berbicara 
dengan penuh tekanan, emosi yang tertahan, atas kesalahannya selama ini 
yang hanya diam. Karena tak sekalipun ia berani berbicara seperti ini 
kepada majikannya ini semenjak keikutsertaannya pindah atas permohonan 
majikan kecilnya yang tidak mau pergi kalau ia tidak diikutsertakan.
”tapi
 saya cuma punya dia bik, dia putri saya satu-satunya” kata-kata itu 
keluar tulus dari dalam hati, dengan raga yang tertunduk lesu, kemudian 
air mata itu menetes, berlinang begitu saja. Sesak sekali rasanya 
mengetahui keadaan bahwa ternyata ia telah menyakiti putri kandungnya 
sendiri, memenjarakan putri kandungnya sendiri, menentukan arah kemana 
putrinya harus pergi, dan membuat putrinya menjalani hidup tanpa 
pilihan.
”kalau saja nyonya 
mengizinkan dia untuk pergi. Dia tidak akan benar-benar pergi nyonya. 
Dia masih anak nyonya, nyonya bisa telfon dia kapan saja, menjenguk dia 
kapan saja”
@@@
”udah dua kali suntik Ga” terang Vero bangga.
”oke, cukup dulu lah ver. Waktu masih panjang ini”
”gue sih pengennya dia sampe mampus”
”gila lo. Inget komitmen kita ver, Cuma bikin sakit, nggak bikin mati”
”iya iya gue tau. Siapa juga yang mau masuk penjara. Ogah gue”
“nah itu lo tau. Makanya kita tetap di jalur sesuai rencana”
”hemm” jawab Vero malas-malasan.
@@@
Ari
 memacu mobilnya ugal-ugalan, pergi ke segala arah berharap menemukan 
petunjuk keberadaan Tari. Meskipun ia tau, Angga tidaklah begitu bodoh 
untuk membuat tempat sandera di pinggir jalan. Setelah 2 jam dilalui 
dengan begitu berat, penuh amarah dan emosi, penuh rasa bersalah karena 
merasa tidak becus menjaga orang yang sangat dia cintai. Ringtone tanda 
panggilan masuk di handphone Ari berbunyi dan memunculkan nomer yang 
tidak dia kenal. Dengan perasaan gugup Ari mengangkat telfon.
”halo”.
”halo,
 Ari? Ari ini tante, mamanya Tari. Ari tau Tari dimana? Udah 2 jam dari 
waktu pulang tapi Tari belum juga sampe rumah. Tante udah coba hubungi 
dia beberapa kali tapi handphonenya nggak aktif. Apa dia ada sama Ari? 
Kalo dia ada sama Ari tante lega, seenggaknya Tari aman” kata-kata yang 
begitu telak diucapkan mama Tari bahkan tanpa titik koma saking 
khawatirnya ia pada anak perempuannya. Ucapan kekhawatiran seorang ibu 
yang membuat Ari semakin hancur. Hancur sejadi-jadinya. Merasa telah 
menyobek kertas kepercayaan yang telah diberikan mama Tari kepadanya.
”iya
 tante... ini Ari... iya, Tari lagi ada sama Ari. Tadi handphonenya 
lowbat jadi gak bisa kabarin tante. Maaf ya tante. Tapi tante tenang 
aja, jangan khawatir, Tari pasti aman” ucap Ari dengan intonasi naik 
turun. Namun mama Tari tak sedikitpun curiga, dia percaya pada cowok 
satu ini dalam hal menjaga anaknya.
”yaudah, tante titip Tari yah Ri. Jangan pulang terlalu malam”
”iya, tante”
Telfon
 ditutup. Ari keluar memarkir mobil di pinggir jalan rerumputan. 
Menendang apa saja yang berada di dekatnya, ban mobil, bebatuan, kaleng 
bekas bahkan trotoar jalan. Tak lama kembali telfon masuk, kali ini dari
 Angga.
”brengsek lo. sengaja ngulur-ngulur waktu” sergah Ari langsung.
”tenang dong lo. gak sabaran banget”
”gue gak akan gini, kalo gue gak inget Tari lagi ada sama lo, brengsek”
”kita itu sama-sama orang jahat tau Ri. Jadi gak usah sok ngatain gue. Mending lo sekarang jemput Tari deh. Kasian tuh dia”
”kasian? lo apain dia hah?”
”makanya lo liat aja sendiri. Banyak tanya lo”
”posisi lo dimana sekarang?”
Kemudian
 Angga menyebutkan alamat dimana dia, Vero dan Tari berada. Setelah 
telfon ditutup Ari bergegas menuju tempat yang disebutkan Angga tadi.
@@@
”cepet juga lo” sambar Angga ketika dilihatnya Ari turun dari mobilnya.
”mana Tari?” tanya Ari tak sabar.
”masuk” perintah Angga.
Ari
 mengikuti langkah Angga. Setelah dia masuk, dilihatnya Vero beserta 7 
orang berbadan kekar yang tampak seperti bodyguard yang membelakangi 
satu sosok, sosok yang menjadi puncak fikirannya. Tari. Gadis itu duduk 
tak sadarkan diri diatas bangku kayu, tangan dan kakinya terikat tali, 
dan ia masih mengenakan seragam sekolah. Tari tampak sangat pucat, diam 
seperti dibekukan.
”lo apain dia 
hah?” Ari seketika maju ingin memukul Angga, setelah ditarik oleh orang 
suruhan Angga dan dipukuli hingga jatuh. Ari bukannya tidak jago dalam 
hal berkelahi. Dia jagonya malah. Namun satu lawan tujuh memang tidak 
sepantasnya, untuk petinju terbaik dunia sekalipun, kecuali dalam 
sinetron-sinetron yang hiperbolis.
”dia
 Cuma dikasih Vero suntikan cairan dikit. Tuh suntikan gunanya buat 
ngelemahin kerja jaringan-jaringan saraf secara permanen. Jadi dia 
kayaknya udah gak bisa gerak lagi deh. Lo harusnya seneng Ri. Gue udah 
bantu lo nih. Jadi kan lo gak usah capek-capek lagi buat ngejer dia, 
soalnya dia gak mungkin lari lagi, gerak aja gak bisa”
Ari
 baru akan menggapai Angga, ketika lagi-lagi para bodyguard menghalangi 
langkahnya, bahkan kali ini pukulan mereka lebih frontal pada Ari.
”brengsek
 lo, cara lo manfaatin cewek norak, bego. Lo ingetin yaa, keluar dari 
sini lo bakal gue bunuh. Gue bunuh. Catet omongan gue. Sekarang cepet lo
 sebutin apa mau lo” ucap Ari dengan wajah yang sudah memar.
“mau
 gue cuma satu Ri. Gue cuma pengen lo denger cerita gue. Setelah lo 
denger cerita gue, gue bersumpah lo boleh bawa Tari pergi dari sini”
“cerita apaan? Lo gila? Gak usah becanda deh lo”
“gue serius, udah gue bilang. Kita bukan anak SMP lg Ri. Jadi nggak ada becanda-becandaan lagi” masih dengan nada santai.
“cepet bilang apa mau lo” ucap Ari lantang tak sabar.
”pertama...
 gue mau lo nginget satu nama...” Angga menggantung kalimatnya, karena 
mengucapkan nama ini, tak pernah mudah untuknya. Nama ini, bahkan 
disebut satu penggal saja bisa menyayat lagi hatinya yang telah rusak. 
Tapi dengan susah payah dilanjutkannya kalimat tersebut “Adisa Putri 
Kinanti”.
Ari terdiam. Nama itu. 
Ari berusaha mengingat mati-matian, Ari bukannya lupa, Ari ingat nama 
itu, namun hanya namanya, tidak orangnya. Dia bahkan hanya mengingat 
nama itu sebagai angin lalu, sebagai salah satu dari sekian banyak 
kenangannya. Dan nama itu termasuk golongan nama yang tidak spesial bagi
 Ari. Hanya sekedar pernah ada, namun hilang begitu saja termakan waktu.
”lupa kan lo”
”gue
 lagi nginget bego. Emang kenapa sih lo? nyolot banget pengen gue 
nginget siapa tuh orang” timpal Ari ’lo bahkan gak inget samasekali Ri’ 
batin Angga teriris.
”gue bantu. Lo inget temen SMP lo yang namanya Remi, yang bandelnya minta ampun itu?”
Ari mengangguk malas.
”si
 Remi itu dulu pernah ngerampas diary anak cewek kan, trus dia bacain 
kenceng banget di depan kelas sampe tuh cewek lari ke luar sekolah dan 
besok-besoknya dia nggak sekolah sampe 5 hari gara-gara malu. nah, nama 
yang gue sebutin tadi itu, nama tuh cewek” ungkap Angga. Belum sempat 
Ari menyambar omongan Angga.
”kak Ari” panggil Tari lirih.
”Tari” desis Ari.
”s..sakit
 banget kak” rintih Tari yang masih tertunduk. Tari benar-benar pucat, 
lemas, hanya diam. Suaranya pun parau. Membuat dada Ari semakin sesak.
”diemin dia Ver. Berisik banget”
”gak
 perlu lo omongin juga pasti gue diemin ga. Gue suka banget kalo liat ni
 cewek menderita” ucap Vero sambil menatap sinis pada Ari lalu berbalik 
ke Tari.
“dan lo diem Ri. Gue 
jamin ini suntikan terakhir, kalo lo bisa diem dan bicara seadanya 
sesuai perintah gue. Tapi kalo lo nyolot, persediaan cairan suntikan gue
 masih banyak tuh” Angga menunjuk beberapa botol kecil yang masih 
bersegel di atas meja. ‘maafin gue Tar’ batin Ari.
Vero
 menyuntik Tari kembali di tangan kirinya. Tari menjerit tanpa suara. 
Tanda bahwa dia sangat kesakitan. Ari hancur. Rasanya dia sangat ingin 
dibunuh saja untuk menggantikan posisi Tari.
“gue
 balik lagi ke cerita gue. Lo tau pasti kan isi diary cewek itu apa? Lo 
ikut denger kan pas temen lo si Remi itu ngebacain isi diary itu di 
depan kelas? Isi diary itu... Semua, 100% isinya... tentang lo. Hal 
sekecil apapun yang ada hubungannya sama lo selalu dia tulis dalem diary
 itu. Bahkan elo yang telat dateng kesekolah, elo yang dihukum lari 
keliling lapangan, elo yang kalo pas senyum keliatan manis, bahkan elo 
lagi bengong aja dia tulis di diary itu. Tapi lo nggak peduli gimana 
malunya dia waktu itu. Dia lari, lari sekenceng-kencengnya keluar dari 
sekolah, sampe tasnya pun ditinggal. Bahkan 5 hari sejak kejadian itu 
dia gak masuk sekolah karna gak mau nanggung malu diejek sama anak-anak.
 Lo tau? Gue yang bawain tasnya yang dia tinggal di kelas. Gue yang tiap
 hari datang ke rumahnya buat ngehibur, gue yang ngeyakinin dia buat 
masuk sekolah lagi. Tapi kejadian itu masih nggak ngebuat dia benci sama
 lo. Tapi gue tetep sabar, gue fikir apapun kejadiannya gue masih bisa 
jaga dia” kemudian Angga menghentikan cerita panjangnya.
”jadi
 karena itu? Karena itu lo selama ini benci banget sama gue? Itu yang 
ngebuat lo pengen banget ngancurin gue hah? Itu cerita anak SMP Ga. 
Kenapa lo bawa-bawa sampe sekarang” tanya Ari sinis.
”nggak
 sampe situ. Lo tau berapa kali kesalahan lo ke dia yang nggak lo 
sengaja tapi bener-bener nyakitin dia? Waktu itu bokapnya bangkrut, 
nyokapnya niat nikah lagi. Dia mau dibawa keluar negeri sama nyokapnya. 
Dia berontak mati-matian. Karna salah satu yang paling nggak pengen dia 
tinggalin disini selain bokapnya yaitu elo. Hari terakhir dia sekolah, 
dia ngarep banget lo mau ngasih seenggaknya satu senyuman terakhir buat 
dia. Tapi ternyata. Lo inget apa yang lo lakuin?”
Ari berfikir sejenak. Rasanya terakhir kali dia bertemu gadis itu...
”Ari”
”lo manggil gue?”
”iya”
“ada perlu apa?” tanya Ari malas.
“aku cuma mau kasih ini” kemudian gadis itu mengeluarkan sapu tangan berwarna jingga yang bertuliskan nama ‘Matahari Senja’ di bagian sudut kanan sapu tangan itu.
“buat apa?”
“kalo bisa, disimpen yah” kemudian gadis itu pergi dengan wajah sedih. Mengingat ini adalah hari terakhirnya melihat cowok ini.
”lo manggil gue?”
”iya”
“ada perlu apa?” tanya Ari malas.
“aku cuma mau kasih ini” kemudian gadis itu mengeluarkan sapu tangan berwarna jingga yang bertuliskan nama ‘Matahari Senja’ di bagian sudut kanan sapu tangan itu.
“buat apa?”
“kalo bisa, disimpen yah” kemudian gadis itu pergi dengan wajah sedih. Mengingat ini adalah hari terakhirnya melihat cowok ini.
Kemudian
 Ari berfikir lagi. Sapu tangan itu. Shit! Batinnya dalam hati. Sapu 
tangan itu dipinjam temannya, Remi. Dan oleh temannya itu digunakan 
untuk mengelap bola yang kotor terkena becek.
”asal
 lo tau, dari jauh dia ngeliatin Ri. Sapu tangan yang dia sulam sendiri,
 yang warnanya dia pilih sendiri dirusak seenaknya sama lo” Angga 
seperti bisa membaca fikiran Ari.
”bukan gue yang rusak...”
”tapi
 lo diem aja, bego. Lo nggak nyoba ngerebut sapu tangan itu kan. Karena 
lo emang dari awal nggak pernah ngehargain pemberian orang. Lo selalu 
nganggep remeh orang lain Ri. Lo tau? Setelah itu dia nangis, nangis 
parah banget. Gue gak tau nenanginnya pake apa. Gue bilang kalo gue 
janji bakal bales perlakuan lo ke dia, tapi apa? Yang ada malah dia 
bilang ke gue ‘Ga... tolong sekali aja lo beranggapan baik ke Ari yah’. 
dan lo tau? Setelah ngucapin kata-kata itu dia colaps. Dia itu sakit Ri.
 Sakit. Dia menderita karna itu. Dan lo, secara nggak langsung lo udah 
puluhan kali bikin penyakitnya kambuh” ucapan Angga kali ini benar-benar
 penuh emosi. Ditonjoknya Ari untuk sedikit meredam emosinya.
Ari hanya diam, meskipun merasa sakit. Dia tak sanggup mengeluarkan suara.
Ternyata ini. Ini yang membuat Angga begitu membencinya. Membuat Angga sangat ingin memburunya.
”lo ada hati ke tuh cewek?” tanya Ari singkat. Namun sangat telak bagi Angga. Dengan susah payah diberinya Ari alasan lain.
”dia sahabat gue. Dia yang ngewarnain hidup gue. Dia...” Angga tak mampu lagi melanjutkan kalimatnya.
”sekarang dia dimana?”
”udah dibilang dia pergi ke luar negeri” Jawab Angga tak sabar.
”elo yang bego, kenapa lo nggak kontak dia kalo emang lo khawatir hah?”
”lo
 fikir dia ninggalin sesuatu yang bisa buat gue ngubungin dia? dia pergi
 gitu aja, nggak kasih gue harapan buat setidaknya ketemu atau ngomong 
sama dia lagi suatu saat”
”tapi Tari nggak salah. Kenapa lo bales sakit hati lo ke dia. Kenapa lo nggak bales ke gue? Masalah lo sama gue, brengsek”
“lo
 juga nggak pernah nyakitin gue secara langsung kan? Jadi gue ngikutin 
cara lo, gue sakitin orang yang lo sayang. Karna lo... lo udah nyakitin 
orang yang gue sayang” Angga tertunduk. Kemudian.
“lepasin
 dia... biarin dia ngelawan gue” perintah Angga pada orang-orang yang 
berbadan tegap tadi. Sesaat Ari dilepaskan. Kemudian...
Bukk.
Satu pukulan keras melayang ke wajah Angga.
”kalo
 itu yang lo maksud. Gue paham. Gue minta maaf. Gue minta maaf banget 
sama lo. Tapi asal lo tau, nggak ada ampun buat orang yang udah nyakitin
 Tari”
Orang suruhan Angga sudah 
ingin turun tangan, namun Angga melarang ”kalian diem disitu, biarin dia
 muasin diri. Karna gue udah puas nyakitin Tari” omongan Angga barusan 
benar-benar membuat Ari mendidih.
Bukk. Satu pukulan lagi. ”ini buat Tari”
Bukk. Pukulan ke dua di dipipi kanan Angga. ”ini juga buat Tari”
Bukk. Pukulan ketiga tepat di hidung Angga yang kontan saja mengeluarkan darah ”ini... buat... Tari...”
Vero
 hanya diam. Diam membeku. Bagaimana kalau Ari juga berbuat sesuatu 
padanya. Kemudian Ari berjalan menuju Tari, dilewatinya saja Vero. Dia 
tidak peduli lagi akan apapun sekarang, Vero bisa diurusnya lain waktu, 
namun Tari... dia tidak bisa membayangkan kalau gadis ini tak tertolong.
Angga
 sendiri tetap tenang, karena sebenarnya tidak ada apa-apa dicairan itu,
 cairan itu cuma untuk membuat orang mati rasa dalam waktu yang singkat,
 bukannya seperti yang dikatakannya pada Ari barusan. Dia hanya ingin 
mendapatkan moment dimana Ari merasakan sakit yang benar-benar sakit 
saat dilihatnya gadis yang sangat dicintainya mengalami kepedihan. 
Persis seperti apa yang dirasakannya dulu.
”Tar...
 sabar yah. Gue bawa lo ke rumah sakit sekarang” Ari melepaskan semua 
ikatan tali di tubuh Tari. Dan menggendong Tari keluar menuju mobil. 
Ditinggalkannya saja Angga yang terluka parah karna hantamannya. Angga 
yang merasa sakit namun sedikit puas karna apa yang dijanjikannya slama 
ini sedikit demi sedikit terpenuhi. Bahwa dia akan membawa Ari kembali 
ke masa lalu, walaupun hanya dalam 5 menit.
@@@
”maafin
 Ari tante” ucap Ari lirih penuh dengan penyesalan. Saat-saat seperti 
inilah yang sangat dibencinya. Saat-saat dimana dia merasa benar-benar 
tidak berguna.
”sudah terjadi. Lagipula ini bukan salah kamu sepenuhnya Ri”
”tapi
 saya gagal jagain Tari tante, saya memang gak berguna” tangis Ari 
pecah. Tak sanggup ditahannya lagi air mata yang kian memadati kelopak 
matanya.
”tante percaya ini hanya sebagian kecil dari takdir kalian. Harus dijalani, kalau masih tetap ingin bersama”
Ari hanya diam.
Tak lama dokter yang memeriksa Tari keluar dari ruang yang menyimpan Tari di dalamnya.
”gimana dia dok?” tanya Ari tak sabar.
”sebenarnya
 itu cuma cairan peredam rasa sakit biasa. Biasanya digunakan untuk 
orang yang ingin meredam rasa sakit. Akan tetapi kalau digunakan oleh 
orang yang sedang tidak mengalami kesakitan, maka dampaknya orang itu 
akan mati rasa. Tapi ini tidak permanen, efeknya hanya akan bertahan 
sekitar 24 jam sejak cairan itu disuntikan” Ari lega, mama Tari lega, 
semua orang yang menunggu Tari dalam diam, dalam kecemasan sedari tadi 
kini sudah bisa menghembuskan nafas dengan teratur.
@@@
”hah?
 Serius bik, mama bilang gitu?” baru saja bangun dari colaps, Adis sudah
 menerima berita yang sangat dia tunggu, setidaknya sejak 3 tahun yang 
terasa panjang ini.
”iya 
sayang...” ucapan lembut itu berasal dari wanita yang tiba-tiba muncul 
dari daun pintu, kemudian wanita itu mendekat dan memeluk erat putrinya.
”mama
 minta maaf... maafin mama sayang... mama udah jahat sama kamu, selama 3
 tahun ini mama nyaris bunuh kamu karna ego mama” ucapnya lirih disertai
 tangisan.
”ma... Adis nggak 
pernah nganggep mama salah, disini tuh nggak ada yang salah ma, mama, 
papa, nggak ada yang salah. Jalan kita udah kayak gini ma, takdir. 
Takdir ngebuat mama sama papa harus jalan masing-masing. Adis terima 
kenyataan mama sama papa jalan masing-masing, tapi Adis nggak mau kalo 
sampe kehilangan salah satu dari kalian” gadis ini pun menangis, namun 
ia tetap tenang karena gadis ini memang tipikal gadis lembut, tenang dan
 manis.
”tapi kamu janji walopun 
kamu tinggal sama papa, kamu harus sering-sering telfon mama yaa, mama 
juga bakal sering-sering kesana buat ngunjungin kamu” ucapnya lirih, 
terlihat jelas kesedihan di matanya.
”nggak
 ma... Adis nggak bakal tinggal sama papa. Adis emang mau pulang ke 
Indonesia, tapi bukan berarti Adis bakal sama papa sepenuhnya. Kalo mama
 ngizinin, Adis mau tinggal sama bibik aja di Jakarta” gadis ini sangat 
tau cara menjaga perasaan mamanya. Dengan tinggal bersama pembantunya di
 Jakarta, maka mamanya tidak akan merasa benar-benar kehilangan 
putrinya. Karna dengan seperti itu, setidaknya mamanya merasa imbang 
dengan papanya. Sama-sama tidak menguasai anaknya secara utuh.
”baiklah
 kalau itu yang kamu mau. Mama bakal beli rumah buat kamu sama bibik di 
Jakarta. Mama bakal daftarin kamu ke sekolah terbaik di sana, tapi bukan
 sekolah formal lagi. Kamu perlu banyak teman, jadi kamu bebas nentuin 
sekolah mana yang kamu pilih” penjelasan panjang lebar ini, yang sudah 
dia tunggu sejak lama.
”aku udah 
tau kok ma bakal masuk sekolah mana di Jakarta” kemudian gadis ini 
tersenyum, senyum yang begitu lepas. Senyum yang selama ini tidak pernah
 tampak, kini hadir kembali. Karena tidak lama lagi, akan dia dapatkan 
lagi orang itu, orang yang sudah ditinggalkannya 3 tahun yang lalu.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar